Kamis, 24 November 2011

Jamsostek, Kenali Programnya & Raih Manfaatnya (Refleksi 34 Tahun Eksistensi PT. Jamsostek (Persero) Menuju Perwujudan Kesejahteraan Tenaga Kerja Universal )

Atas amanah UUD 1945, setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta mendapatkan jaminan sosial yang yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat. Segala sesuatu yang menjadi hak warga negara sudah barang tentu menjadi tanggung jawab dan tugas negara untuk melindungi dan menyelenggarakan pemenuhan atas hak tersebut. Salah satu tugas dan tanggung jawab negara dalam rangka memberikan penghidupan yang layak dan jaminan sosial adalah mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan.
Urgensi Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja
             Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Artinya setiap warga negara Indonesia tanpa memandang status sosial, suku, agama dan ras berhak mendapatkan akses dan manfaat dari sistem jaminan sosial yang diselenggarakan pemerintah.
            Salah satu komponen warga negara yang berhak mendapatkan akses dan manfaat terhadap jaminan sosial adalah tenaga kerja (manpower). Warga negara tergolong sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Peranan strategis tenaga kerja sebagai salah satu sumberdaya produksi dirasakan kian meningkat dalam proses pembangunan di berbagai sektor. Komponen tenaga kerja memainkan peranan penting sebagai ujung tombak utama  pada proses produksi barang dan jasa yang terus ditingkatkan guna mencapai pertumbuhan ekonomi. Namun perlu disadari peningkatan intensitas kerja dan proses produksi dalam pembangunan  diiringi pula meningkatnya risiko kecelakaan kerja yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Penggunaan teknologi di berbagai sektor industri dan kegiatan usaha misalnya, dapat mengakibatkan semakin tingginya risiko kecelakaan kerja pada tingkat operasionalnya. Sentuhan teknologi pula yang membuat peran tenaga kerja dalam proses produksi lambat laun akan tergantikan oleh alat-alat dan mesin produksi  yang dianggap lebih efektif. Sehingga posisi yang awalnya dikerjakan oleh tenaga kerja kini berganti dengan mesin-mesin produksi. Apalagi jika diperparah dengan dampak krisis perekonomian global ,hal tersebut membuat sebagian besar perusahaan melakukan penyesuaian jumlah tenaga kerja dengan kebutuhan produksi yang seringkali berujung  pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya tuntutan pemberian perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya resiko kecelakaan kerja sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
Pemerintah selanjutnya mewadahi jaminan sosial tenaga kerja melalui UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Melalui undang-undang tersebut pemerintah mengembangkan program jaminan sosial tenaga kerja yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang penyelenggaraannya dikelola dengan mekanisme asuransi.
Jaminan Kecelakaan Kerja sangat penting artinya bagi tenaga kerja. Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja saat bekerja. Jika kecelakaan kerja terjadi, tenaga kerja akan kehilangan penghasilan karena tidak dapat melaksanakan pekerjaannya diakibatkan kondisi kondisi sakit, cacat atau meninggal dunia sehingga  penghasilan yang diberikan kepada keluarga akan berkurang. Begitu pula dengan tenaga kerja yang meninggal dunia bukan diakibatkan oleh kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan. Hal akan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Jaminan Hari Tua juga memiliki peran yang sama pentingnya. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk menghindarkan para tenaga kerja dari penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat mengganggu kinerjanya sehingga produktivitasnya tetap terjaga. JPK merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Mengingat upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Sementara itu hari tua merupakan gejala alamiah yang akan dihadapi setiap tenaga kerja. Hari tua menandakan selesainya masa kerja dikarenakan faktor umur yang sudah mencapai batas maksimal. Selesainya masa kerja menyebabkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Oleh sebab itu Jaminan Hari Tua diperlukan tenaga kerja sebagai jaminan penghasilan di masa depan ketika sudah tidak bekerja lagi.
Perlindungan terhadap tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja memberikan manfaat tidak hanya bagi tenaga kerja dan keluarganya tetapi juga terhadap perusahaan dan proses produksi secara keseluruhan. Jaminan sosial  memberikan ketenangan kerja dan rasa nyaman bagi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Disamping itu juga memberikan motivasi untuk meningkatkan kinerja dan kedisplinan kerja  sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas.
 Eksistensi PT Jamsostek (Persero) Sebagai BPJS Tenaga Kerja
            Pemerintah memberikan amanah dan wewenang kepada PT Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara jaminan sosial bagi tenaga kerja melalui Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1995. Bukan sebuah perkara yang mudah guna menyelenggarakan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun PT Jamsostek (Persero) berkomitmen dan terus berupaya meningkatkan kepesertaan dari berbagai sektor usaha agar dapat memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi perlindungan tenaga kerja. Saat ini PT Jamsostek (Persero) telah menyelenggarakan empat program jaminan sosial yang menjadi kewenangannnya dari lima program jaminan sosial yang diamanahkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Keempat program tersebut adalah jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dan jaminan kematian (JK).
Pada awal perkembangannya program jaminan sosial yang berdasarkan funded social security (jaminan sosial yang didanai oleh peserta) diselenggarakan PT Jamsostek (Persero) hanyalah terbatas pada sektor tenaga kerja formal seperti para karyawan perusahaan-perusahaan swasta atau pekerja yang memiliki hubungan industrial. Namun pasca penerbitan UU No.3 Tahun 1992, peraturan jaminan sosial tenaga kerja ini terus mengalami dinamika dan tantangan dalam tahap implementasinya hal ini mengingat kondisi sosial, politik, ekonomi dan ketenagakerjaan yang terus mengalami perkembangan. Disamping peningkatan sistem pelayanan dan menajemen perusahaan, perubahan yang paling mendasar adalah PT Jamsostek (Persero) memperluas kapasitas kepesertaan dengan merambah sektor tenaga kerja informal atau tenaga kerja yang bekerja di Luar Hubungan Kerja (TK LHK) diberbagai sektor usaha.
Tenaga kerja informal memang sudah selayaknya mendapatkan manfaat dari jaminan sosial tenaga kerja yang diselenggarakan pemerintah melalui PT Jamsostek sebagaimana yang didapatkan tenaga kerja formal selama ini. Tenaga kerja informal dalam melaksanakan pekerjaannya menanggung beban resiko kecelakaan kerja yang sama dan bahkan lebih besar dari pekerjaan sektor formal. Jumlah tenaga kerja informal saat ini jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja  formal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada kuartal pertama tahun 2010 misalnya, ada 73,67 juta orang (68,58%) yang bekerja pada sektor informal. Dari jumlah tersebut, hingga saat ini tenaga kerja sektor informal yang telah menjadi peserta Jamsostek hanya 608.679 tenaga kerja. Angka ini jauh dari ideal jika melihat potensi pekerja sektor informal begitu besar. Hal inilah yang terus didorong PT Jamsostek (Persero) agar pekerja sektor informal secara keseluruhan dapat memperoleh manfaat kepesertaan Jamsostek.
Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999 Tanggal 29 September 1999, PT Jamsostek (persero) juga mengembangkan cakupan kepesertaan dengan merambah sektor konstruksi. Tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi kini berhak mendapatkan program jaminan sosial kecelakaan kerja dan jaminan kematian ketika melaksanakan proyek-proyek APBN/APBD, swasta, internasional dan lainnya. Adalah menjadi kewajiban setiap  kontraktor  induk maupun sub kontraktor yang melaksanakan proyek jasa  konstruksi dan pekerjaan borongan lainnya mempertanggungjawabkan tenaga kerjanya kedalam jaminan sosial tersebut.
Data PT Jamsostek (Persero) pada Agustus tahun 2011 menyebutkan tercatat total 33.943.854 orang pekerja mengikuti kepesertaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan JK (Jaminan Kematian) dengan rincian 10.037.920 peserta aktif dan 23.905.934. Angka kepesertaan tersebut meningkat dari Tahun 2010 yang berjumlah 31.746.300 peserta. Peningkatan kepesertaan dan jumlah tertanggung juga terjadi pada program Jaminan Pemeliharan Kerja yang pada tahun 2010 menunjukan total jumlah tertanggung 5.397.977  orang, menjadi 5.623.718  pada tahun 2011 dimana jumlah tertanggung meliputi tenaga kerja lajang, tenaga kerja kawin dan keluarga tenaga kerja. Sementara itu kepesertaan untuk sektor jasa konstruksi justru menurun jumlahnya menjadi 2.223.325 peserta pada tahun 2011, sedangkan tahun sebelumnya mencapai 4.330.383 peserta. Penurunan jumlah peserta pada jasa konstruksi merupakan hal yang wajar karena kepesertaan tenaga kerja sektor industri tergantung pada masa kerja proyek. Jika masa kerja proyek, maka selesai pula masa pertanggungannya.
Angka kepesertaan diatas belumlah menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan. Karena dalam kenyataannya dari jumlah kesuluruhan tenaga kerja baik fomal maupun informal, baru sebagian kecil yang terdaftar dan terlindungi dengan jaminan sosial tenaga kerja. Dari tenaga kerja sektor formal misalnya, dari potensi sekitar 35 juta orang tenaga kerja baru 10 juta tenaga kerja yang menjadi peserta aktif program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Artinya, baru 30 persen tenaga kerja yang mendapat perlindungan jaminan sosial. Lebih ironis lagi jika melihat perbandingan jumlah tenaga kerja sektor informal (TK LHK) yang berkisar sekitar 73,67 juta orang, yang terdaftar dan berhak mendapatkan jaminan sosial baru mencapai 608.679 orang. Namun peningkatan kepesertaan dari tahun ketahun yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) layak diberikan apresiasi. PT Jamsostek (Persero) terus melakukan sosialisasi dan menjalin kemitraan guna memberikan pemahaman betapa pentingnya jaminan sosial bagi tenaga kerja agar dapat menjaring kepesertaan lebih luas lagi.
Perlu disadari bahwasanya manfaat jaminan sosial yang dikembangkan guna menjamin kesejahteraan tenaga kerja tidak hanya mencakup sebatas individu pekerja itu sendiri, tetapi juga mencakup keluarganya. Hal ini mengingat pekerja merupakan tulang punggung dalam menanggung kebutuhan keluarganya. Sehingga saat tenaga kerja kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, dan hari tua, kesejahteraan keluarganya harus tetap terpelihara. Hal inilah yang belum banyak disadari oleh pengusaha dan tenaga kerja. Mereka belum mengetahui atau memahami manfaat program-program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero) sehingga belum merasa kepesertaan sebagai sebuah kebutuhan.
PT Jamsostek (Persero) menyadari peningkatan kepesertaan tanpa peningkatan pelayanan hanya akan menjadi bumerang bagi manajemen PT Jamsostek. Tanpa pelayanan yang baik, upaya peningkatan kepesertaan akan sulit dilakukan. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pelayanan terus dilakukan melalui mempermudah proses administrasi kepesertaan hingga kecepatan proses pengajuan klaim santunan. Saat ini, Jamsostek mampu menyelesaikan proses pengajuan klaim santunan dalam waktu satu hari atau pada hari itu juga, jika surat/dokumen dinyatakan lengkap. Dana santunan sendiri cair maksimal 7 hari.  Di sisi lain, peningkatan pelayan juga dilakukan dengan meningkatkan manfaat/santunan dari program-program Jamsostek baik secara nominal maupun dengan tambahan fasilitas. Upaya ini membuahkan hasil dengan diraihnya sertifikat ISO 9001:2008 di bidang pelayanan oleh sejumlah kantor wilayah PT Jamsostek yakni Kanwil III DKI Jakarta, Kanwil IV Jawa Barat dan Banten serta Kanwil VI Jawa Timur, dan menyusul Kanwil I Sumatera Bagian Utara.
Untuk meningkatkan tumbuhnya kepesertaan jaminan sosial, PT Jamsostek (Persero), mengembangkan lima strategi yakni menggalakkan kegiatan Community Social Responsibility (CSR); membangun kemitraan dengan pihak swasta seperti Apindo, Kadin dan SPSI; sosialisasi secara masif dan masuk kelompok usaha; customer loyalty; dan optimalisasi program bina lingkungan kesejahteraan. Kelima strategi ini dijalankan beriringan dengan upaya peningkatan standar pelayanan dan manfaat kepesertaan. Dengan demikian diharapkan tujuan guna memberikan kemanfaatan jaminan sosial menuju kesejahteraan tenaga kerja dapat terus ditingkatkan perwujudannya.
Empat Program, Banyak Manfaat
PT Jamsostek (Persero) saat ini menyelenggarakan empat program jaminan sosial ketenagakerjaan yang telah sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2004 Tentang Sistem jaminan Sosial Nasional. Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
Pertama, Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan jaminan sebagai upaya menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh sakit, cacat atau kematian karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental. Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja saat bekerja. Pekerja sektor formal dan sektor informal menghadapi risiko kecelekaan yang sama besarnya. Jika kecelakaan kerja terjadi, tenaga kerja akan kehilangan penghasilan karena tidak dapat melaksanakan pekerjaannya diakibatkan kondisi kondisi sakit, cacat atau meninggal dunia sehingga  penghasilan yang diberikan kepada keluarga akan berkurang.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Dalam sektor formal dan jasa konstruksi, mengingat kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusahaan/kontraktor, maka iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan/kontraktor . Sementara sektor informal (TK LHK) iuran sepenuhnya menjadi tanggungan peserta yakni berdasarkan nilai nominal tertentu (1%) dari sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota.
Adapun kemanfaatan yang diperoleh dengan kepesertaan program JKK yakni tenaga kerja berhak atas biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian, biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total tetap
Kedua, Program Jaminan Kematian (JK). Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Bagi pekerja sektor formal dan sektor jasa konstruksi, iuran JK menjadi tanggung jawab pihak pengusaha dan kontraktor. Sementara sektor informal (TK LHK) iuran menjadi tanggung jawab sepenuhnya pribadi pekerja. Adapun manfaat yang akan diperoleh dengan kepesertaan program JK yakni ahli waris peserta akan memperoleh biaya pemakaman dan santunan berkala jika sang tenaga kerja meninggal dunia.
Ketiga, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan). Pelayanan program JPK ini meliputi pelayanan rawat jalan tingkat pertama dan tingkat kedua, pelayanan rawat inap dirumah sakit, pelayanan persalinan, pelayanan khusus serta pelayan emergensi. Manfaat JPK tidak hanya berdampak bagi tenaga kerja dan keluarganya teapi juga bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
Keempat, program Jaminan Hari Tua diselenggarakan guna menjamin masa depan pekerja setelah yang bersangkutan tidak bekerja lagi. Hari tua menyebabkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. JHT berfungsi sebagai sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Tanggungan iuran pada program JHT tenaga kerja formal menjadi tanggung jawab bersama antara pekerja dan perusahaan dengan persentase masing-masing 2% dan 3,7% dari upah tenaga kerja. Sementara tenaga kerja infromal (TK LHK) iuran sepenuhnya ditanggung pribadi dengan nilai iuran minimal 2% dari upah/penghasilan. Kemanfaatan yang diperoleh peserta JHT adalah berupa besaran uang yang diambil dari besarnya akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.
Disamping empat program Jamsostek, PT Jamsostek (Persero) juga mengembangkan program CSR (corporate social responsibility) guna meningkatkan kesejahteraan khususnya peserta dan masyarakat pada umumnya. Ada dua program yang tergolong kedalam CSR PT Jamsostek (Persero). Pertama, Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yakni dana yang dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek yang bersumber dari sebagian dana hasil keuntungan PT. Jamsostek (Persero). DPKP tergolong menjadi dua yakni DPKP bergulir dan DPKP tidak bergulir. Melalui DPKP bergulir peserta dalam hal ini perusahaan dapat memperoleh manfaat investasi jangka panjang seperti pembangunan rumah susun sewa dan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan bagi peserta/tenaga kerja dapat memanfaatkan berupa pinjaman dana uang muka perumahan (PUMP) dan koperasi karyawan/pekerja. Sementara DPKP tidak bergulir berwujud bantuan renovasi RS atau klinik, bantuan mobil ambulan, pelayanan kesehatan gratis (bidang kesehatan); beasiswa, pelatihan kerja dan bantuan untuk balai pelatihan kerja (bidang pendidikan) serta ada Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja yang dapat dimanfaatkan bagi tenaga kerja korban PHK.
Disamping DPKP, ada pula program kepedulian sosial yang bernama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yakni program kerjasama antara BUMN dengan usaha kecil dalam bentuk memberikan pinjaman modal dengan bunga kecil guna meningkatkan kemandirian dan daya saing bagi usaha kecil. Kelompok Usaha Kecil yang dapat memanfaatkan program ini dapat berbadan hukum seperti PT, Koperasi, CV, Fa , atau tidak berbadan hukum bahkan usaha kecil milik  perorangan.
Penyelenggaraan program Jamsostek oleh PT Jamsostek (persero) terus diupayakan berperan aktif mewujudkan kesejahteraan bagi tenaga kerja melalui peningkatan kepesertaan dan layanan yang diberikan. Namun sayangnya esensi kemanfaatan empat program jamsostek sebagaimana amanah UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan UU No.20 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional belum sepenuhnya disadari oleh pihak perusahaan maupun tenaga kerja itu sendiri. Meskipun ada payung hukum yang cukup kuat guna mengarahkan seluruh tenaga kerja untuk tergabung dalam kepesertaan Jamsostek, kenyataanya sebagian besar tenaga kerja masih banyak perusahaan atau pengusaha yang tidak mendaftarkan tenaga kerjanya mengikuti Jamsostek karena belum mengerti manfaat Jamsostek secara luas.
Tantangan dalam Meningkatkan Kepesertaan
            Peningkatan jumlah tenaga kerja yang terdaftar sebagi peserta Jamsostek dari tahun ketahun telah menunjukan indikator positif kinerja manajemen PT Jamsostek (Persero) dalam hal meningkatkan jumlah kepesertaan. Namun dari jumlah tenaga kerja yang terdaftar sebagai peserta Jamsostek saat ini, jumlahnya masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah tenaga kerja secara keseluruhan baik formal maupun informal. Seperti telah disinggung sebelumnya, dari sekitar 35 juta tenaga kerja sektor formal yakni yang berkerja di perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN) yang tercatat sebagai peserta Jamsostek barulah sekitar 10 Juta tenaga kerja. Bahkan sektor informal justru lebih ironis lagi, dari sekitar 74 juta tenaga kerja, baru sekitar 600 ribu pekerja yang terdaftar sebagai peserta Jamsostek. Angka ini menunjukan bahwasanya masih banyak tenaga kerja yang belum terlindungi jaminan sosial yang notabene adalah hak tenaga kerja sebagaimana amanah UU No.3 Tahun 1992.
 Masalah kepesertaan inilah yang menjadi tantangan bagi PT Jamsostek (Persero) yang terus berkomitmen meningkatkan peranannya dalam menciptakan kesejahteraan tenaga kerja. PT Jamsostek (Persero) harus terus mengupayakan agar seluruh tenaga kerja, baik yang bekerja di institusi formal, seperti perusahaan swasta dan BUMN, maupun di sektor informal yang sangat beragam pekerjaannya bisa menjadi peserta Jamsostek. Pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan peserta di sektor formal dan informal haruslah dilakukan dengan cara yang berbeda. Kepesertaan tenaga kerja sektor formal dalam Jamsostek, mengandung unsur pemenuhan hak dan kewajiban. Adalah menjadi hak setiap tenaga kerja untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 3 ayat 2 UU No.3 Tahun 1992). Sementara itu menjadi kewajiban pengusaha dan perusahaan untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya kedalam Jamsostek jika pengusaha/perusahaan yang bersangkutan memperkerjakan tenaga kerja sebanyak sepuluh orang atau lebih ,atau membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) sebulan. Kewajiban ini merupakan amanat Perpres  14 Tahun 1993 pasal (2) ayat 3. Artinya kemudian menjadi tanggung jawab pihak pengusaha/perusahaan untuk menanggung nilai pertanggungan Jamsostek tenaga kerjanya. Sehingga guna meningkatkan kepesertaan tenaga kerja sektor formal pada dasarnya dapat dikenakan unsur “paksaan” melalui penegakan hukum kepada perusahaan yang masih enggan mendaftarkan tenaga kerjanya sebagai peserta Jamsostek.
Berbeda dengan sektor formal, untuk tenaga kerja sektor informal (TK LHK) faktor kepesertaan hanya mengandung unsur pemenuhan hak. Artinya tidak ada kewajiban yang dapat ditekankan kepada para tenaga kerja sektor informal untuk menjaminkan dirinya menjadi peserta Jamsostek. Hal ini dikarenakan mereka tidak dipekerjakan atau tidak memiliki hubungan kerja dengan  pengusaha/perusahaan  yang memiliki kewajiban mempertanggungkan jaminan sosialnya sehingga tidak dapat dikenakan unsur paksaan. Sehingga pendekatan yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan kepesertaan pekerja sektor informal adalah dengan melakukan pendekatan secara intensif dan sosialisasi secara masif akan manfaat Jamsostek guna menciptakan kesadaran pentingnya arti jaminan sosial.
Pada dasarnya meskipun peningkatan kepesertaan secara operasional berada pada domain PT Jamsostek (Persero), namun dalam praktiknya perlu bersinergi dengan peran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) maupun dinas-dinas tenaga kerja di tingkat daerah. Hal ini terkait upaya penegakan hukum terhadap pengusaha yang sengaja melalaikan tanggung jawabnya untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya kedalam Jamsostek. PT Jamsostek (Persero) tidak memiliki kewenangan dan kekuatan legal formal untuk menjatuhkan sanksi kepada pengusaha yang sengaja melanggar sehingga tidak memiliki cukup kekuatan untuk memaksa para pengusaha dalam hal kepesertaan. Namun dalam kaitannya dengan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, penegakan hukum berada di tangan pegawai pengawas di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan dinas-dinas tenaga kerja di daerah (kabupaten/kota). Sanksi yang dapat dijatuhkan dalam rangka penegakan hukum dapat berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Oleh sebab itulah koordinasi dan kerjasama fungsional antara PT Jamsostek (persero) sebagai penyelenggara dengan Kemennakertrans di tingkat pusat dan dinas-dinas tenaga kerja di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus terus ditingkatkan.
Koordinasi dan kerjasama fungsional antara PT Jamsostek (persero) dengan Kemennakertrans ditingkat pusat dan dinas-dinas tenaga kerja didaerah sangat diperlukan guna  memastikan upaya melindungi seluruh tenaga kerja sudah melalui program jaminan sosial dapat berjalan optimal sekaligus melakukan penertiban melalui penegakan hukum. Hal ini mengantisipasi kasus-kasus yang pernah dan mungkin masih banyak terjadi seperti perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian tenaga kerja/karyawannya dalam program Jamsostek, tenaga kerja yang berstatus kontrak atau alih daya (outsourcing) tidak didaftarkan oleh perusahaan menjadi peserta Jamsostek atau perusahaan yang hanya mendaftar sebagian dari total upah/gaji tenaga kerjanya saat menjadi peserta Jamsostek
Selain upaya penegakan hukum, upaya untuk meningkatkan kepesertaan agar program-program Jamsostek bisa menyentuh seluruh tenaga kerja adalah melalui sosialisasi secara masif dan efektif. Sosialisasi dilakukan langsung oleh PT Jamsostek (persero) diseluruh Indonesia dengan sasaran perusahaan/pengusaha dan tenaga kerja atau melalui asosiasi dan serikat pekerja. Hal yang pokok yang perlu ditekankan dalam sosialisasi adalah menyangkut pelaksanaan amanat UU No. 3 Tahun 1992,tentunya dengan mengedepankan informasi tentang kemanfaatan dari program-program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek serta manfaat tambahan lainnya.
Sosialisasi merupakan pendekatan yang sangat penting guna meningkatkan kepesertaan di sektor formal maupun informal. Tantangan utama dalam melakukan sosialisasi adalah merubah mindset pengusaha dan tenaga kerja yang masih melekat kuat agar tidak memaknai kepesertaan kedalam Jamsostek sebagai cost center sehingga cenderung sebagai hal yang membebani. Sosialisasi harus mampu memberikan pengertian dan pemahaman bahwasanya Jamsostek merupakan sebuah investasi yang akan bermanfaat sekarang dan dimasa yang akan datang.
Tantangan sosialisasi pada pekerja sektor informal (TKLHK) dirasa cenderung lebih sulit dibandingkan sosialisasi kepada sektor formal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tenaga kerja secara pribadi membiayai kepesertaan dalam program jaminan sosial, berbeda dengan tenaga kerja sektor formal yang sebagian besar biaya tanggungan kepesertaannya menjadi tanggungan perusahaan tempat yang bersangkutan bekerja. Mungkin inilah salah satu faktor yang mempengaruhi mengapa jumlah kepesertaan Jamsostek dari sektor informal masih sangat sedikit dibandingkan jumlahnya secara keseluruhan. Oleh sebab itu sosialisasi program Jamsostek harus mampu membangun pemahaman dan kesadaran mendalam akan arti penting Jamsostek yang notabene adalah hak tenaga kerja sehingga para tenaga kerja secara sadar merasa membutuhkan jaminan sosial bukan justru terbebani. Maka perlu pendekatan khusus dan sejumlah strategi guna meningkatkan kepesertaan sektor informal (TKLHK). Selain dengan menggunakan sosialisasi program yang efektif, perlu pula upaya juga aktif memberdayakan organisasi atau wadah pekerja sektor informal, seperti asosiasi pedagang pasar, asosiasi buruh tani, asosiasi pengrajin batik, kelompok usaha dan lain sebainya. Sektor informal yang begitu besar potensinya kini tidak lagi dapat dipandang sebelah mata sebagai prioritas kedua dalam program jaminan sosial. Sektor termasuk kedalam target prioritas. Sebab, program peningkatan kesejahteraan terutama bagi tenaga kerja profesi, merupakan pendukung produktifitas dan perekonomian di daerah (kabupaten/kota).
Upaya lain yang terus dilakukan PT Jamsostek (persero) untuk meningkatkan kepesertaan adalah dengan terus meningkatkan pelayanan. Ada 2 aspek yang menjadi tolok ukur keberhasilannya. Pertama peningkatan mutu/kualitas pelayanan kepada peserta.  dan peningkatan manfaat/santunan program-program jaminan sosial. Kualitas pelayanan kepada peserta antara lain bisa diukur dari proses awal kepesertaan hingga kecepatan proses pengajuan klaim santunan. Saat ini, Jamsostek mampu menyelesaikan proses pengajuan klaim santunan dalam waktu satu hari atau pada hari itu juga, jika surat/dokumen dinyatakan lengkap. Dana santunan sendiri cair maksimal 7 hari.
Kedua,peningkatan manfaat/santunan dari program-program Jamsostek juga dilakukan, baik secara nominal maupun dengan tambahan fasilitas. Dalam hal ini peningkatan manfaat/ santunan program jaminan sosial tentunya didasarkan pada kebutuhan peserta yang terus berkembang seiring dengan perkembangan sosial dan perekonomian nasional.
Jamsostek telah meningkatkan nilai santunan untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) serta imbal hasil jaminan hari tua (JHT) yang tinggi melebihi bunga perbankan. Selanjutnya PT Jamsostek (persero) juga mengusulkan peningkatan pelayanan dan jangkauan untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Jamsostek mengusulkan akses layanan pengobatan jantung, hemodialisis (cuci darah), dan pengobatan untuk kanker bagi pekerja peserta JPK Jamsostek. Ini akan melengkapi layanan serta manfaat tambahan lainnya dalam program JPK. Usulan tambahan pelayanan dan manfaat program JPK ini telah disampaikan pihak PT Jamsostek (persero) kepada Kementerian Keuangan.
Selain peningakatan pelayanan dan manfaat untuk 4 program jaminan sosial, Jamsostek juga memberikan manfaat tambahan untuk peserta dan keluarganya serta masyarakat umum. Manfaat tambahan ini diberikan melalui dana peningkatan kesejahteraan peserta (DPKP) serta program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL).

Pasca Pengesahan UU BPJS: Transformasi BPJS II, Kesejahteraan Tenaga Kerja Tetap Prioritas
            Pada 28 Oktober 2011, DPR bersama dengan pemerintah pada akhirnya sampai pada kata sepakat guna menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi Undang-Undang. Upaya untuk mencapai kata sepakat pengesahan UU BPJS memang penuh dengan silang pendapat serta pro dan kontra. Alotnya pembahasan UU BPJS berkaitan dengan berkaitan dengan proses transformasi 4 badan penyelenggara jaminan sosial yang telah ada sekarang yaitu PT. Askes (Persero), PT . Asabri (Persero), PT. Jamsostek (Persero) dan PT. Taspen Persero. Namun pada akhirnya kesepakatan untuk mengesahkan UU BPJS melahirkan dua substansi yakni lahirnya badan hukum BPJS I dan BPJS II sebagai upaya mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanah UU No. 20 Tahun 2004 tentang SJSN.
Badan hukum BPJS I atau kemudian disebut dengan BPJS Kesehatan karena khusus menangani bidang kesehatan, merupakan bentuk baru transformasi dari PT.  Askes (Persero) menjadi sebuah badan hukum baru yang bersifat nirlaba yang akan mengatur tentang jaminan kesehatan. BPJS I disepakati akan mulai beroperasi mulai 1 Januari 2014. Sementara itu badan hukum BPJS II atau yang kemudian disebut sebagai BPJS Ketenagakerjaan merupakan trasnsformasi dari PT. Jamsostek (Persero), akan bertugas menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh tenaga kerja. badan hukum BPJS II akan dibentuk pada 1 Januari 2014, namun operasionalisasinya dilakukan paling lambat 1 Juli 2015. Sedangkan PT. Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero), akan menyelenggarakan program khusus bagi TNI/Polri yang akan diatur melalui peraturan pemerintah.
Salah satu amanat UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diemban PT Jamsostek adalah migrasi (pemindahan) pengelolaan program Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja yang selama ini merupakan kewenangan pengelolaannya berada pada PT Jamsostek (persero) ke BPJS Kesehatan (PT Askes). Artinya pada tenggat waktu dimulainya BPJS Kesehatan yakni 1 Januari 2014, peserta, program dan aset Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) harus sudah dipindahkan kebawah pengelolaan BPJS yang dimotori oleh PT Askes tersebut. Bukanlah sebuah hal yang mudah memindahkan pengelolaan program jaminan sosial yang sistem pengelolaannya telah dibangun sedemikian rupa dibawah kewenangan PT Jamsostek. Dari beberapa pengalaman tranformasi ataupun sekedar pencabutan atau pemindahan program, hal tersebut selalu sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam pemindahan program, juga diikuti pengalihan perangkat, sistem, sumber daya manusia, jaringan kerja, networking dan yang paling sering menimbulkan permasalahan yakni pemindahan aset. Selain itu secara kelembagaan, sistem, kepesertaan, program, dan kepemilikan aset masing-masing BUMN jelas sangat berbeda. Namun tentu hal tersebut bukan berarti tidak dapat dilakukan, justru menjadi tantangan bagi masing-masing BPJS termasuk PT Jamsostek (persero) untuk menunjukan profesionalitas, komitmen serta kesiapannya dalam menjalankan amanat UU BPJS.
Disamping harus melepas pengelolaan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan pada Januari 2014, PT Jamsostek sebagai motor dalam BPJS Ketenagakerjaan akan mendapatkan tugas baru yakni mengelola program pensiun yang selama ini dikelola oleh PT Taspen (persero). Dengan demikian pada 1 Januari 2014 dan operasionalisasinya paling lambat 1 Juli 2015, PT Jamsostek yang akan bertranformasi menjadi BPJS tenaga kerja akan mengelola empat program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Program Pensiun.
Proses politik telah selesai dengan disahkannya UU BPJS, kini saatnya proses administrasi yakni implementasinya dimulai. Masyarakat harus mengawal proses implementasi UU BPJS mulai dari tahap transformasi 4 BUMN yang mengembang amanat undang-undang tersebut. Setidaknya ada 7 prinsip transformasi BUMN yang harus dikawal yakni: 1) Tidak boleh ada PHK dan penghilangan hak-hak normatif karyawan keempat BUMN. 2) Tidak boleh merugikan peserta lama program keempat BUMN. 3) Tidak boleh ada program lama yang stagnan dan berhenti. 4) Satu peserta hanya membayar satu kali untuk setiap program. 5) Pemerintah menyelesaikan seluruh peraturan pelaksananya dengan batasan paling lama 24 bulan. 6) Ada kepastian dalam investasi 4 BUMN yang sedang berjalan. 7) Proses peralihan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
            Sebagai salah satu BUMN yang akan menjalankan transformasi, PT Jamsostek (persero) harus mulai mempersiapkan diri menyongsong implementasi UU BPJS. PT Jamsostek (persero) berkomitmen untuk melaksanakan pemindahan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan baik sistem, kepesertaan program maupun aset sebaik mungkin guna meminimalisir masalah yang mungkin terjadi. Hal yang tidak kalah penting adalah meskipun transformasi menyisakan waktu dua tahun lagi, namun  kualitas pelayanan, cakupan manfaat dan kapasitas jumlah kepesertaan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan maupun program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua haruslah tetap ditingkatkan oleh PT Jamsostek (persero).
Waktu dua tahun yang tersisa menuju tranformasi BPJS I dan BPJS II bukan berarti menjadikan komitmen untuk terus meningkatkan kemanfaatan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang saat ini berada dibawah pengelolaan PT Jamsostek (persero) melalui peningkatan pelayanan dan peningkatan kepesertaan harus terhenti. Meskipun persiapan pemindahan program ini harus sudah dilakukan secara perlahan, namun tanggung jawab untuk mensejahterakan dan memberi perlindungan bagi tenaga kerja yang salah satunya ditempu melalui program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan harus terus dijunjung tinggi. Upaya peningkatan kepesertaan, peningkatan pelayanan serta peningkatan manfaat bagi tenaga kerja perlu terus dilakukan sebagaimana visi dan misi PT Jamsostek selama ini sekaligus guna menunjukan kapabilitas sebagai badan profesional penyelenggara jaminan sosial yang siap mengemban amanah UU BPJS.
Penutup
Telah menjadi hak setiap warga negara untuk mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh tidak terkecuali bagi tenaga kerja sebagai elemen penting dalam pembangunan sebuah bangsa. Ditengah peningkatan peran tenaga kerja dalam pembangunan, selalu diiringi dengan peningkatan resiko kecelakaan kerja yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejateraan tenaga kerja. Hal inilah yang mendorong upaya perlindungan melalui jaminan sosial kepada tenaga kerja mutalk diperlukan.
PT Jamsostek (persero) sebagai pihak yang diberikan wewenang menyelenggarakan jaminan sosial atas amanah undang-undang terus berupaya meningkatkan kemanfaatan jaminan sosial bagi tenaga kerja dengan terus meningkatkan kepesertaan dan pelayanan. Masih banyak pengusaha dan tenaga yang belum menyadari akan arti penting dan manfaat dari Jamsostek. Banyak orang ragu terhadap kinerja PT. Jamsostek (Persero). Tak sedikit pula yang enggan menjadi peserta Jamsostek. Banyak perusahaan memiliki pemikiran cost center dalam menyikapi program jaminan sosial. Mereka yang beranggapan bahwa mengikutsertakan karyawan dalam program Jamsostek berarti keluar beban biaya. Padahal ketika risiko pekerjaan benar-benar datang, Jamsostek memang terbukti mampu memberikan rasa aman bagi pekerja.
Jaminan sosial tenaga kerja pada dasarnya merupakan hak tenaga kerja, hal inilah yang terus disosialisasilan PT Jamsostek melalui program-programnya. Ditengah tantangan peningkatan kepesertaan dan menyongsong transformasi BPJS II pasca pengesahan UU BPJS upaya mengoptimalkan peranan Jamsostek guna mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja terus dilakukan. Dalam hal ini menyadarkan pengusaha dan tenaga kerja akan pentingnya jaminan sosial sebagai hak dan kebutuhannya memang bukan hal yang mudah, tetapi dengan upaya berkesinambungan dan sinergi pihak-pihak terkait maka manfaat Jamsostek akan selalu indah pada waktunya.